Kutai Kartanegara – Setiap bulan Januari, Kecamatan Sangasanga di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang dikenal dengan julukannya “Kota Juang,” memperingati peristiwa Merah Putih Sangasanga, sebuah perayaan yang memadukan kebanggaan lokal dengan penghargaan sejarah. Kecamatan ini, yang tidak hanya kaya akan cerita perjuangan tapi juga destinasi sejarah, mengundang kita untuk menyelami bagaimana wilayah ini berkembang sepanjang waktu.
Berjarak hanya satu jam perjalanan dari Samarinda, Sangasanga menyuguhkan saksi bisu keberadaan peradaban yang telah ada sejak ratusan tahun lalu. Di Gunung Selendang, yang terletak di tepi Sungai Mahakam, para peneliti dan wisatawan dapat menemukan ratusan tajau atau guci keramik kuno yang merupakan peninggalan masa lalu.
Untuk mencapai Gunung Selendang tidak membutuhkan usaha berlebih. Dari Samarinda, perjalanan menuju kecamatan Sangasanga akan diakhiri dengan penyeberangan jembatan yang menghubungkan Palaran dengan Sangasanga. Setelah melewati jembatan, sebuah bangunan dengan papan penanda ‘Situs Gunung Selendang’ akan menyambut, menandakan bahwa pengunjung telah tiba di lokasi yang merupakan kuburan masyarakat dari berabad lalu.
Situs ini tidak hanya kaya dengan tajau yang berisi tulang belulang manusia tetapi juga merupakan cerminan khas peradaban masa lalu yang pernah berkembang di tanah ini. Pengunjung yang berkunjung ke Gunung Selendang akan mendapat pelajaran berharga tentang evolusi peradaban manusia.
Tajau-tajau yang ditemukan di situs ini dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok. Yang pertama adalah tajau ramping dengan bibir bergelombang yang memiliki diameter sekitar 23,5 cm. Kelompok kedua adalah tajau dengan bentuk yang lebih tambun dan bibir polos, berdiameter sekitar 22 cm.
Khusus untuk tajau berbentuk ramping, keberadaannya memiliki kesamaan mencolok dengan tajau jenis Martavan yang tercatat dalam “Tempayan Martavan,” sebuah buku yang mendokumentasikan jenis guci kuno tersebut. Guci Martavan ini, yang tingginya mencapai sekitar 80 cm dan menghiasi dengan motif naga, awan, dan bunga, merupakan produk keramik yang banyak dikirim melalui pelabuhan Martavan di Birma selama abad 17 hingga 18 Masehi, khususnya dari daerah Cina Selatan. Tajau jenis ini sering ditemukan di Kalimantan Timur dan secara historis digunakan sebagai wadah kubur.
Penemuan di Sangasanga ini tidak hanya menambah wawasan tentang sejarah lokal, tetapi juga menegaskan posisi Kalimantan Timur sebagai lokasi kunci dalam sejarah perdagangan dan peradaban di Asia Tenggara.