Jakarta, terasnegeri.com – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menekankan pentingnya dalam menguatkan manajemen risiko bencana alam di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan instruksi Presiden Jokowi kepada TNI, Polri, dan semua stakeholder terkait lainnya.
Kapolri menyampaikannya saat dirinya menjadi salah satu Pemateri di Rakornas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis, 2 Maret 2023.
“Harapan Pak Presiden Kita memiliki manajemen risiko yang baik pada saat tahapan pra, pada saat tanggap darurat dan pasca-bencana juga akan semakin baik,” tutur Sigit dilansir dari tribunnews.com.
Sigit mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah menyampaikan terkait masalah bencana yang disebabkan oleh climate change (perubahan iklim).
Sigit mengungkapkan bahwa manahemen risiko sangat penting sebab Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai historis bencana alam yang cukup besar.
Beberapa contoh bencana alam yang melanda Indonesia yaitu tsunami Aceh, gempa bumi di Cianjur, bencana gunung merapi, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Penyebab terjadinya bencana alam di Indonesia salah satunya yaitu terjadinya pergeseran sesar yang ada di wilayah tertentu.
Beberapa contoh sesar yang ada di Indonesia yaitu sesar Sumatera, sesar Palu-Koro, sesar Matano, sesar Cimandiri, sesar Opak, sesar Gorontalo, sesar Sorong, sesar Tarera Aiduna dan sesar Yapen.
Selain itu, keadaan geografis Indonesia yang berada pada lingkaran api merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya bencana alam.
Tak hanya itu, bahkan tiap tahunnya sering terjadi fenomena El Nino dan La Nina.
“Jadi ini adalah wilayah-wilayah di Indonesia yang tentunya kita harus memiliki kesiapan lebih,” tuturnya.
Dirinya mengatakan bahwa bencana dapat terjadi sewaktu-waktu. Akan tetapi, yang lebih penting yaitu upaya dalam melakukan persiapan untuk mengatasi bencana alam tersebut.
Oleh sebab itu, dampaknya dapat dimitigasi seminimal mungkin.
Sigit menyebutkan dalam menangani bencana, semua pihak terkait bisa mengadopsi rumus yang dikeluarkan oleh UN Disaster Risk Reduction (UNDRR) agar dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam.
“Tentunya menjadi salah satu yang perlu kita pahami bahwa ada rumus terkait bagaimana kita bisa mengurangi potensi dampak bencana rumusnya itu risiko (Risk), sama dengan (=), Hazard atau ancaman bencana, dan disitu dikalikan (x) vulnerability atau kerentanan masyarakat, dibagi (÷) capacity atau kemampuan mengatasi bencana,” jelasnya.
Dirinya menjelaskan lebih lanjut mengurangi risiko yang terjadi yang diakibatkan oleh dampak bencana dengan cara memperkecil kerentanan masyarakat dan meningjatkan capacity.
Dirinya menegaskan dalam menangani bencana alam, dibutuhkan penguatan sinergitas dan kolaborasi dari berbagai pihak diantaranya yaitu Pemerintah, TNI, Polri, BNPB, BMKG, Basarnas dan stakeholder masyarakat lainnya.
“Yang paling utama adalah menguatkan sinergitas kolaborasi seluruh stakeholder, TNI, Polri, Pemerintah, BMKG, BNPB, Basarnas untuk menyatukan kemampuan dan kekuatan,”ujarnya.
Sehingga dapat menyiapkan dan memperkuat sesuai dengan kebijakan Presiden tentang kemampuan manajemen risiko, mempunyai resiliensi yang kuat saat menghadapi bencana.
Sigit mengungkapkan sejak awal Polri sudah memasukan kebijakan penanganan bencana alam pada strategi konsep transformasi menuju Polri yang Presisi. Kebijakan ini tertuang dalam transformasi operasional.
Sigit memberikan instruksi kepada semua jajarannya agar terus mengadakan upaya-upaya manajemen risiko bencana alam. Upaya tersebut dilakukan mulai dari pencegahan, sosialisasi, penyuluhan, edukasi, memberikan panduan, Quick Response bersama stakeholder terkait.
Dia berpendapat kesiapan dan cepatnya respon dari jajaran Polri yang berada di wilayah bencana adalah bentuk representasi hadirnya negara di tengah masyarakat.
Hal ini harus dilakukan dan disiapkan khususnya pada wilayah yang rentan terjadi bencana.
“Tolong dicek begitu ada peristiwa bagaimana rekan-rekan simulasi, melatih secepatnya bisa datang dan SOP yang disiapkan dan apa saja yang kita lakukan,” ujarnya.
Sigit menuturkan personel kepolisian harus mampu berperan baik mulai dari sebelum bencana terjadi, saat bencana terjadi, dan setelah bencana terjadi.
Saat masa tanggap darurat, Polri harus mempersiapkan personel terbaiknya. Personel tersebut nantinya akan bertugas untuk melakukan penyelamatan, evakuasi, identifikasi melalui DVI, membuat tenda darurat, dapur lapangan dan juga menyiapkan sarana dan prasarana penunjang.
Setelah pasca-bencana, jajaran Polri harus mempersiapkan langkah konkret. Upaya penanganam pasca bencana diantaranya psikologi sosial, trauma healing, layanan kesehatan, dan mengadakan patroli di wilayah tersebut.
Saat pra-bencana atau sebelum kejadian, Sigit menuturkan harus ada upaya edukasi. Edukasi dapat dilakukan melalui konten video, bekerjasama dengan media, dan penguatan peran Bhabinkamtibmas agar dapat menyampaikan sosialisasi pada masyarakat.
Sigit menyebutkan bahwa pihaknya bersama stakeholder terkait juga harus dapat memanfaatkan perkembangan teknologi informasi (TI).
Polri sudah membentuk 91 Command Center yang dapat diadopsi oleh semua Polda jajaran.
“Terkait dengan karhutla kembangkan terus aplikasi ASAP Digital Nasional,” ucapnya.
Dalam aplikasi ASAP Digital Nasional terdapat CCTV Live Auto Monitoring yang dapat memonitor jarak 8 kilo, berputar 360 derajat. Selain itu juga ada sensor dan dapat menampilkan suhu udara.
Update titik api juga dapat dilihat dengan waktu lima menit. Posisi pergerakan personel dilapangan juga dapat termonitor.
Sigit menegaskan semua stakeholder harus mempunyai kesamaan visi dan misi tentang tindaklanjut dari instruksi Presiden Jokowi tentang manajemen risiko bencana alam.
“Hujan gerimis tiada henti, paling enak minum cokelat. Mari bersinergi untuk melindungi, menghadirkan negara di tengah rakyat,” ucapnya mengutip sebuah pantun pada akhir pemaparannya.